Senin, 15 Februari 2010

Liputan Khusus : 13 Terpilih (Bag. 1)

Sebuah Kilas Balik

Dalam mekanisme dan tatacara sebuah keorganisasian masyarakat, ada satu yang harus dijunjung tinggi sebagai dasar pelaksanaan kegiatan, ikrar suci masyarakat yang tertuang dalam kesepakatan, yakni anggaran dasar pendirian organisasi tersebut. Bukan aturan orang lain, bukan pula karena petunjuk teknis dan pelaksanaan ataupun juga bukan karena tuntutan program. Melainkan karena ikrar dan kesepakatan saat pertama kalinya ke-organisasian itu didirikan. Hal itu adalah landasan dan ikrar suci masyarakat, untuk sepakat melakukan pemilihan keanggotaannya setiap sekian tahun sekali. Masyarakat memang harus terus diajak berpikir mengkritisi kondisinya sendiri, bukan didikte sesuai keinginan kita. Tentunya dengan tetap menjaga nilai-nilai kearifan local.

Inilah yang sedang kami alami. Pendamping sebuah program yang terselubung dalam tim, mencoba mengambil langkah yang tidak bertentangan dengan aturan program namun tetap menghargai sisi kemanusiaan yang telah ada di masyarakat. Dengan berakhirnya masa bakti BKM dan atas landasan anggaran dasar, maka pemilihan ulang sebagai alternative cara untuk menumbuhkan kaderisasi keanggotaan dan menjaga ritme motivasi masyarakat. Namun terkadang dan parahnya, kita terjebak dalam tirani teoritis dan tidak mampu mengambil inisiatif untuk memodivikasi sebuah aturan dengan tetap berpedoman pada induk pedoman pelaksanaan. Ini akan kuceritakan kawan, bagaimana sebuah proses itu tetap berjalan tanpa sebuah tendensi dan motivasi apapun.

Setelah penjaringan utusan warga di tingkatan basis, dan sesuai dengan kesepakatan semula, maka prosesi pemilihan Pimpinan Kolektif LKM Tingkat Desa dilakukan, tepatnya tanggal 22 Februari 2009 dan dimulai pukul 19.30 WIB.

Menyusuri lengangnya malam dengan terpaan dinginnya hembusan udara perbukitan, menciutkan tubuh kami yang ringkih. Dalam kondisi yang tak wajar dan normal ---antara kondisi raga yang hampir limbung dan amunisi yang tak terjamah---, mengingat tak ada waktu untuk beristirahat, kami menembus kegelapan berubah bentuk menjadi kelelawar malam, meliuk-liuk di jalanan perbukitan, menuju suatu wilayah yang didalamnya terdapat sumber daya mempuni yang tak terlihat oleh kasat mata, tak tersentuh oleh telapak tangan, namun hanya dapat dirasakan dengan getaran jiwa, dengan entimen. Tak kurang dua puluh kilometer, kami meliuk-liuk dengan cengkraman dingin dan bertempur melawan kondisi kami sendiri untuk sebuah fasilitasi. Sebuah pertaruhan untuk sebuah maha karya tingkat tinggi, pemberdayaan sejati. Air Limau sebagai tujuan kelelawar-kelelawar malam ini. Untuk menemukan sari pati manisnya kehidupan dalam balutan hati pendampingan.

Bersambung Bro..... Jangan kemana-mana dulu...

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas segala masukan, saran, komentar kepada Shine Community